Minggu, 20 Mei 2012

Karier Perempuaan dan Perempuan Karier

Perempuan selalu identik dengan keindahan, kelembutan dan mungkin kelemahan. Sifat-sifat tersebut terlihat dari bentuk fisik, gerak dan suaranya. Maka, tak jarang identitas gen tersebut sering dijadikan amunisi utama distinguis laki-laki dan perempuan. Islam adalah agama yang telah lama berkenalan dengan perempuan, memposisikan perempuan sesuai fitrah diciptakannya, perempuan pun turut memiliki kedudukan mulia sebagai khalifah layaknya kaum Adam. Peranan sentralnya sebagai pembentuk generasi shalih menjadi tumpuan utama bagi proses perjalanan kehidupan.
Namun, seiring dengan perjalanan waktu. Disadari atau pun tidak, timbul dilema baru dalam diri seorang perempuan dan ini menjadi kemelut berkepanjangan dalam masyarakat. Saat ini, mereka - kaum hawa - harus bekerja keras banting tulang mencari nafkah menggantikan tugas laki-laki. Laki-laki sendiri seolah kehilangan kesempatan pekerjaan sebab dominasi “wonder women” telah semakin menjamur mengisi pos-pos penting Institusi dan Departemen; yang berakibat pada kompetisi diam-diam satu pihak dengan lainnya (baca : laki-laki dan perempuan), postulat semacam ini kerap menimbulkan masalah psikologis tersendiri bagi laki-laki. Tetapi benarkah label perempuan karir satu-satunya ikon kebebasan perempuan?
 


Temuan seorang filosof bidang ekonomi, Joel Simon, menyatakan jika para perempuan di barat telah di rekrut pemerintah untuk bekerja di pabrik-pabrik dan mendapatkan sejumlah uang sebagai imbalannya, akan tetapi, hal itu harus mereka bayar mahal seiring dengan rontoknya sendi-sendi rumah tangga mereka.
Saat ini, berkarier bagi mereka benar-benar dijadikan sebagai jalan mengaktualisasikan diri dan membentuk identitasnya, tetapi terkadang diikuti pengingkaran kodratnya sebagai “mahluk (yang) halus”. Dalam sebuah buku, seorang penulis Inggris menyebutkan; ciri-ciri perempuan karier menurutnya adalah mereka tidak suka berumah tangga, enggan berfungsi sebagai ibu, tingkat emosinya berbeda dengan perempuan-perempuan non karier, dan biasanya kebanyakan mereka menjadi perempuan melankolis. Sebuah lembaga pengkajian strategis di Amerika telah mengadakan polling seputar pendapat para perempuan karir tentang karir seorang perempuan. Dari hasil polling tersebut di dapat kesimpulan, sesungguhnya perempuan saat ini sangat keletihan dan 65 % dari mereka mengutamakan untuk kembali ke rumah mereka, masalahnya tidak sampai disitu, perempuan bagaimanapun jua berbeda dengan laki-laki, dalam perjalanan kariernya perempuan umumnya lebih sering mengalami apa yang disebut sebagai efek “langit-langit kaca” (glass ceiling). Langit-langit kaca adalah sebuah artificial barrier yang menghambat wanita mencapai posisi puncak di institusi tempat ia bekerja.
Secara faktual kaum hawa melihat posisi puncak itu dan merasa mampu mencapainya, tetapi pada kenyataannya, realisainya tersebut sulit tercapai sebab langit-langit kaca tadi malah menjadi tameng kuat bagi mereka. Hal demikian disebabkan karena hakikat kodratinya yang tak dapat dipungkiri, karena bagaimanapun perempuan memiliki kekhasan secara fisik dan psikis.
Menyinggung tentang peran perempuan di luar rumah, tak lepas dari wacana yang banyak digulirkan, yaitu, emansipasi. Namun, jika merunut pada akar sejarahnya gerakan emansipasi tumbuh sejak awal abad XX, propaganda gerakan ini justru muncul dari pihak laki-laki dan hanya sedikit saja peran perempuan. Awalnya gerakan emansipasi hanyalah seruan kepada pemerintah untuk memperhatikan kesempatan pendidikan akademis bagi perempuan. Seruan ini cukup mendapat simpati karena aktivitasnya mengarah kepada peningkatan kecerdasan, keleluasaan gerak perempuan dalam ruang sosial dan berusaha menciptakan generasi baru yang lebih cakap dan berkualitas.

Seiring dengan perkembangan zaman mereka tidak saja menyerukan pentingnya mendapatkan pendidikan, tapi juga meneriakkan persamaan derajat, kebebasan dan peningkatan karir di segala bidang. Munculah gerakan besar-besaran untuk mendapatkan kesempatan agar bisa tampil di ruang publik, bekerja dan melakukan aktivitas apa saja layaknya kaum Adam. Mereka beralasan perempuan yang tinggal di rumah adalah wanita yang terstagnasi dan terpasung eksistensi dirinya, perempuan seperti ini sama sekali tidak menunjang usaha produktivitas. Menurut golongan ini perempuan secara intelektual sama dengan laki-laki, mereka berasumsi jika perempuan yang telah beralih profesi sebagai ibu rumah tangga dianggap wanita ekslusif yang bakal kehilangan partisipasinya dalam masyarakat; karena bagi mereka apa yang dikerjakan laki-laki dapat pula dikerjakan oleh perempuan. Mereka menyamakkan segala hal antara laki-laki dan perempuan, padahal kita tidak dapat menutup mata jika terdapat hal mendasar - mungkin mereka lupa - antara laki-laki dan perempuan yang tidak mungkin disamakan.
Isu gerakan emansipasi dan karirisasi ini tak ayal lagi sering dijadikan lahan bisnis bermuatan politis. Oleh karena itu, bagi mereka yang dicurigai menghalangi gerakan emansipasi di sebut sebagai kaum terbelakang. Sementara itu, agama sendiri sering dijadikan kambing hitam perkara sebagai entitas nyata yang menghalangi gerakan tersebut. Demikianlah gambaran dari realitas perkembangan kehidupan sosial kaum hawa di berbagai negara, termasuk di negeri kita, Indonesia, yang kian hari kian sering memposisikan gelar perempuan karir sebagai new freedom dunia industri made in west.
Lantas bagaimana karir perempuan dalam perspektif Islam? Islam menjunjung tinggi derajat perempuan, menghormati kesuciannya serta menjaga martabatnya, maka, dalam kehidupan sehari-hari Islam memberikan tuntunan dengan ketentuan hukum syariat yang akan memberikan batasan dan perlindungan bagi kehidupan perempuan, semuanya disediakan Islam sebab perempuan memang istimewa, agar perempuan tidak menyimpang dari apa yang telah digariskan Allah terhadap dirinya, semuanya merupakan bukti bahwa Allah itu Ar-Rahman dan Ar-Rahim terhadap seluruh hamba-hambaNya.
Allah menciptakan kaum Adam dan Hawa sesuai fitrah dan karakter keduanya yang unik. Secara alami (sunatullah), laki-laki memiliki otot-otot yang kekar, kemampuan melakukan pekerjaan yang berat, menjadi pemimpin dalam segala urusan, khususnya keluarga, Negara dan lain-lain. Kaum Adam pun dibebani padanya tugas menafkahi keluarga secara layak. Sedangkan bentuk fitrah perempuan yang tidak bisa di gantikan laki-laki adalah, mengandung, melahirkan, menyusui, serta menstruasi yang sering mengakibatkan kondisinya labil, selera makan berkurang, pusing-pusing, rasa sakit di perut serta melemahnya daya pikir. Perempuan hamil ketika melahirkan membutuhkan waktu istirahat cukup banyak, kemudian menunggu hingga 40/60 hari dalam kondisi sakit dan merasakan tekanan yang demikian banyak. Ditambah masa menyusui yang menghabiskan waktu selama dua tahun. Selama masa tersebut, si bayi menikmati makanan dan gizi yang di makan sang ibu, sehingga otomatis dapat mengurangi stamina si ibu. Haruskan “beban” berat alamiah tersebut diperparah dengan tugas di luar tanggungjawabnya?
Oleh karena itu, Dînul Islâm menghendaki agar perempuan melakukan pekerjaan/ karir yang tidak bertentangan dengan kodrat keperempuanannya dan tidak membatasi haknya di dalam bekerja, kecuali pada aspek yang menyinggung garis-garis kehormatannya, kemuliaannya dan ketenangannya, yang dapat berakibat pada pelecehan dan pencampakan. Peran muslimah selain mendidik anak-anaknya, diharapkan berbuat baik pada suami dan menaatinya setelah ketaatannya pada Allah Swt. Rasulullah SAW memuji perempuan shalihah dengan haditsnya ketika beliau ditanya tentang siapakah sebaik-baiknya wanita? Rasulullah SAW bersabda; yang artinya: “Perempuan yang menyenangkan jika dipandang, menurut jika diperintah, tidak mengingkari dirinya dan hartanya sesuatu yang dilarang” (H.R. An-Nasa’i). 


2 komentar:

  1. apakah wanita berkarier dapat meluangkan waktunya bersama keluarga jika terlalu sibuk dgn pekerjaan?

    BalasHapus
  2. apakah wanita penting memperoleh pendidikan yang tinggi seperti pria?

    BalasHapus